Bisnis Seragam SMPN"Bisnis Bisnis Seragam SMPN "Indikasi Pungli" Dinas Pendidikan Tutup Mata Mojokerto, Bin Projamin, Hampir setiap lembaga pendidikan sekolah Negeri setingkat SMPN di Kabupaten Mojokerto, terindikasi masih membebani wali murid siswa baru dengan menjual kain seragam sekolah. Mengatas namakan Komite sekolah, koperasi dengan berdasar pada kesepakatan wali murid. Ternyata kesepakatan komite dan wali murid memiliki dasar hukum yang lebih tinggi dari pada Peraturan Menteri pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud). Nyatanya meski penjualan bahan seragam, buku merupakan bentuk pungutan atau larangan faktanya masih diulang ulang. Sebab larangan tersebut merupakan bentuk bisnis rutinitas yang sangat menggiurkan. Kali ini seorang wali murid warga Desa Puri mengeluhkan biaya masuk sekolah ke SMPN 2 Dlanggu, biaya 3 stel kain seragam, plus kaos olahraga dan atributyang harus dibeli di sekolah sebesar Rp 1.150.000.(satu juta seratus lima puluh ribu rupiah)untuk kain seragam perempuan. Setelah itu saya harus menjahit ke konveksi biaya per satu stel Rp 150.000.dikali 3 stel berarti 450.000. Sebenarnya ini berat tapi mau gimana lagi. Akhirnya untuk membeli kain seragam saya pinjam sama keluaga. Meski berat saya harus mengikuti aturan sekolah sesuai kesepakatan.Untuk minta keringanan gimana ya, saya kwatir anak saya malu sama teman temanya di sekolah. Pihak sekolah SMP-Negei 2 Dlanggu ketika akan dikonfirmasi, bahkan 3 kali akan konfirmasi Kasek tidak ada ditempat, Humas juga tidak ada, jelas Satpam, ketika dikonfirmasi ke guru lain melalui KTU juga tidak berani dikonfirmasi. Beberapa SMPN di Kabupaten mojokerto, seperti SMPN 2 Puri , PLT kepsek, Nanang MPd, pada Bin projamin menegaskan " Penjualan kain seragam sekolah sudah merupakan kesepakatan antan komite dan wali murid. Kami memberi kebebasan wali siswa baru untuk membeli di tempat lain dan kami tidak memaksa. Nilainya penjualan 3 stel kain seragam plus kaos olah raga dan atribut untuk laki laki sekitar Rp 980.000. Perempuan ditambah membeli 3 jilbab. Hal senada ditegaskan oleh beberapa Kasek dan humas, seperti humas SMPN 2 jatirejo, bu Uun, juga ketua komite sekolahnya Pitoyo, sudah ada kesepakatan dengan wali murid untuk penjualan kain seragam. Kepsek SMPN 3 gondang di Desa Kalikatir, Turmudi Mpd, juga berdalih hal yang sama. " Kesepakatan. Demikian pula di SMPN 1 Kemlagi, melalui humas Eko Wicaksono, sebab Kasek Drs Giyono, sedang tidak mau ditemui, dan jawabanya, " Biaya sama dengan sekolah menengah lainnya, "ujar eko humas Sementara, Kabid Dinas pendidikan Kabupaten Mojokerto, juga sulit dikonfirmasi, melalui Kasi Dikdas, Anton Timur, yang mengatakan itu wewenang Kabid Dikdas, Bu Muji. Ketua LSM Bin Projamin jatim, Suwandi SE, mengatakan, apapun bentuk pungutan kepada wali murid. Termasuk penjualan seragam, buki, iuran semua tidak diperbolehkan. Permendikbud nomar 44 tahun 2012 pasal 9 ayat 1, Permendikbud no 75 tahun 2016,"komite sekolah baik perorangan atau kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar pakaian seragam atau bahan pakaian seragam di sekolah. Jika orang tua masih dibebankan untuk membayar lima hal tersebut, artinya sekolah melegalkan praktik pungutan kepada wali murid, apalagi keuntungan hasil penjualan kain seragam itu kemana. Apa masuk kantong pribadi, masuk kelompok atau dikemanakan sebab uang laba penjualan bukan bersumber dari APBD atau APBN, sehingga tidak perlu ada laporan pertanggungjawaban "tutup wandi" (Set Nanang) SMPN "Indikasi Pungli" Dinas Pendidikan Tutup Mata Mojokerto, Bin Projamin, Hampir setiap lembaga pendidikan sekolah Negeri setingkat SMPN di Kabupaten Mojokerto, terindikasi masih membebani wali murid siswa baru dengan menjual kain seragam sekolah. Mengatas namakan Komite sekolah, koperasi dengan berdasar pada kesepakatan wali murid. Ternyata kesepakatan komite dan wali murid memiliki dasar hukum yang lebih tinggi dari pada Peraturan Menteri pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud). Nyatanya meski penjualan bahan seragam, buku merupakan bentuk pungutan atau larangan faktanya masih diulang ulang. Sebab larangan tersebut merupakan bentuk bisnis rutinitas yang sangat menggiurkan. Kali ini seorang wali murid warga Desa Puri mengeluhkan biaya masuk sekolah ke SMPN 2 Dlanggu, biaya 3 stel kain seragam, plus kaos olahraga dan atributyang harus dibeli di sekolah sebesar Rp 1.150.000.(satu juta seratus lima puluh ribu rupiah)untuk kain seragam perempuan. Setelah itu saya harus menjahit ke konveksi biaya per satu stel Rp 150.000.dikali 3 stel berarti 450.000. Sebenarnya ini berat tapi mau gimana lagi. Akhirnya untuk membeli kain seragam saya pinjam sama keluaga. Meski berat saya harus mengikuti aturan sekolah sesuai kesepakatan.Untuk minta keringanan gimana ya, saya kwatir anak saya malu sama teman temanya di sekolah. Pihak sekolah SMP-Negei 2 Dlanggu ketika akan dikonfirmasi, bahkan 3 kali akan konfirmasi Kasek tidak ada ditempat, Humas juga tidak ada, jelas Satpam, ketika dikonfirmasi ke guru lain melalui KTU juga tidak berani dikonfirmasi. Beberapa SMPN di Kabupaten mojokerto, seperti SMPN 2 Puri , PLT kepsek, Nanang MPd, pada Bin projamin menegaskan " Penjualan kain seragam sekolah sudah merupakan kesepakatan antan komite dan wali murid. Kami memberi kebebasan wali siswa baru untuk membeli di tempat lain dan kami tidak memaksa. Nilainya penjualan 3 stel kain seragam plus kaos olah raga dan atribut untuk laki laki sekitar Rp 980.000. Perempuan ditambah membeli 3 jilbab. Hal senada ditegaskan oleh beberapa Kasek dan humas, seperti humas SMPN 2 jatirejo, bu Uun, juga ketua komite sekolahnya Pitoyo, sudah ada kesepakatan dengan wali murid untuk penjualan kain seragam. Kepsek SMPN 3 gondang di Desa Kalikatir, Turmudi Mpd, juga berdalih hal yang sama. " Kesepakatan. Demikian pula di SMPN 1 Kemlagi, melalui humas Eko Wicaksono, sebab Kasek Drs Giyono, sedang tidak mau ditemui, dan jawabanya, " Biaya sama dengan sekolah menengah lainnya, "ujar eko humas Sementara, Kabid Dinas pendidikan Kabupaten Mojokerto, juga sulit dikonfirmasi, melalui Kasi Dikdas, Anton Timur, yang mengatakan itu wewenang Kabid Dikdas, Bu Muji. Ketua LSM Bin Projamin jatim, Suwandi SE, mengatakan, apapun bentuk pungutan kepada wali murid. Termasuk penjualan seragam, buki, iuran semua tidak diperbolehkan. Permendikbud nomar 44 tahun 2012 pasal 9 ayat 1, Permendikbud no 75 tahun 2016,"komite sekolah baik perorangan atau kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar pakaian seragam atau bahan pakaian seragam di sekolah. Jika orang tua masih dibebankan untuk membayar lima hal tersebut, artinya sekolah melegalkan praktik pungutan kepada wali murid, apalagi keuntungan hasil penjualan kain seragam itu kemana. Apa masuk kantong pribadi, masuk kelompok atau dikemanakan sebab uang laba penjualan bukan bersumber dari APBD atau APBN, sehingga tidak perlu ada laporan pertanggungjawaban "tutup wandi" (Set Nanang) Pungli" Dinas Pendidikan Tutup Matsn
Mojokerto, Bin Projamin,
Hampir setiap lembaga pendidikan sekolah Negeri setingkat SMPN di Kabupaten Mojokerto, terindikasi masih membebani wali murid siswa baru dengan menjual kain seragam sekolah. Mengatas namakan Komite sekolah, koperasi dengan berdasar pada kesepakatan wali murid. Ternyata kesepakatan komite dan wali murid memiliki dasar hukum yang lebih tinggi dari pada Peraturan Menteri pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud). Nyatanya meski penjualan bahan seragam, buku merupakan bentuk pungutan atau larangan faktanya masih diulang ulang. Sebab larangan tersebut merupakan bentuk bisnis rutinitas yang sangat menggiurkan.
Kali ini seorang wali murid warga Desa Puri mengeluhkan biaya masuk sekolah ke SMPN 2 Dlanggu, biaya 3 stel kain seragam, plus kaos olahraga dan atributyang harus dibeli di sekolah sebesar Rp 1.150.000.(satu juta seratus lima puluh ribu rupiah)untuk kain seragam perempuan. Setelah itu saya harus menjahit ke konveksi biaya per satu stel Rp 150.000.dikali 3 stel berarti 450.000. Sebenarnya ini berat tapi mau gimana lagi. Akhirnya untuk membeli kain seragam saya pinjam sama keluaga. Meski berat saya harus mengikuti aturan sekolah sesuai kesepakatan.Untuk minta keringanan gimana ya, saya kwatir anak saya malu sama teman temanya di sekolah.
Pihak sekolah SMP-Negei 2 Dlanggu ketika akan dikonfirmasi, bahkan 3 kali akan konfirmasi Kasek tidak ada ditempat, Humas juga tidak ada, jelas Satpam, ketika dikonfirmasi ke guru lain melalui KTU juga tidak berani dikonfirmasi. Beberapa SMPN di Kabupaten mojokerto, seperti SMPN 2 Puri , PLT kepsek, Nanang MPd, pada Bin projamin menegaskan " Penjualan kain seragam sekolah sudah merupakan kesepakatan antan komite dan wali murid. Kami memberi kebebasan wali siswa baru untuk membeli di tempat lain dan kami tidak memaksa. Nilainya penjualan 3 stel kain seragam plus kaos olah raga dan atribut untuk laki laki sekitar Rp 980.000. Perempuan ditambah membeli 3 jilbab. Hal senada ditegaskan oleh beberapa Kasek dan humas, seperti humas SMPN 2 jatirejo, bu Uun, juga ketua komite sekolahnya Pitoyo, sudah ada kesepakatan dengan wali murid untuk penjualan kain seragam. Kepsek SMPN 3 gondang di Desa Kalikatir, Turmudi Mpd, juga berdalih hal yang sama. " Kesepakatan. Demikian pula di SMPN 1 Kemlagi, melalui humas Eko Wicaksono, sebab Kasek Drs Giyono, sedang tidak mau ditemui, dan jawabanya, " Biaya sama dengan sekolah menengah lainnya, "ujar eko humas
Sementara, Kabid Dinas pendidikan Kabupaten Mojokerto, juga sulit dikonfirmasi, melalui Kasi Dikdas, Anton Timur, yang mengatakan itu wewenang Kabid Dikdas, Bu Muji.
Ketua LSM Bin Projamin jatim, Suwandi SE, mengatakan, apapun bentuk pungutan kepada wali murid. Termasuk penjualan seragam, buki, iuran semua tidak diperbolehkan. Permendikbud nomar 44 tahun 2012 pasal 9 ayat 1, Permendikbud no 75 tahun 2016,"komite sekolah baik perorangan atau kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar pakaian seragam atau bahan pakaian seragam di sekolah. Jika orang tua masih dibebankan untuk membayar lima hal tersebut, artinya sekolah melegalkan praktik pungutan kepada wali murid, apalagi keuntungan hasil penjualan kain seragam itu kemana. Apa masuk kantong pribadi, masuk kelompok atau dikemanakan sebab uang laba penjualan bukan bersumber dari APBD atau APBN, sehingga tidak perlu ada laporan pertanggungjawaban "tutup wandi" (Set Nanang)
0 Komentar